**** Sejumlah pelaku industri aset kripto nasional menyoroti berbagai tantangan yang tengah dihadapi ekosistem kripto Indonesia. Terlebih, diketahui volume transaksi mata uang digital ini secara tahunan mengalami penurunan.
Co-Founder Indodax Oscar Darmawan mengakui biaya transaksi menjadi salah satu pertimbangan utama bagi para investor dan trader, terutama yang aktif melakukan perdagangan jangka pendek.
“Kami senantiasa melakukan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa biaya yang dikenakan tetap kompetitif, sesuai service yang diberikan, dan wajar,” ungkap Oscar di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
CEO Tokocrypto Calvin Kizana sebelumnya mengungkapkan faktor domestik jadi salah satu faktor yang memengaruhi penurunan transaksi di bursa kripto lokal. Hal ini, lanjut Calvin, mendorong sebagian trader lokal memilih bertransaksi di platform luar negeri.
** Transaksi Aset Kripto di Indonesia Merosot hingga 31%**
“Jika dibandingkan dengan beberapa exchange global, struktur fee di Indonesia masih dianggap kurang kompetitif. Hal ini berpotensi mendorong sebagian trader beralih ke platform luar negeri yang menawarkan biaya transaksi lebih rendah,” tegas Calvin.
Tentu, faktor lain yang memengeruhi adalah ketegangan geopolitik serta arah kebijakan suku bunga AS yang belum jelas. Faktor eksternal global inilah yang membuat banyak investor mengambil sikap wait and see.
Regulasi dan Pajak yang Inklusif
Sebagai solusi, Calvin berharap adanya perhatian lebih dari regulator terhadap daya saing industri kripto nasional, termasuk kemungkinan insentif dari sisi kebijakan maupun penyesuaian biaya transaksi.
Penekanan lainnya adalah pentingnya evaluasi atas kebijakan perpajakan untuk aset kripto. Saat ini, transaksi aset kripto dikenakan pajak final yang lebih tinggi dibandingkan pasar modal.
“Para pelaku industri berharap adanya penyesuaian terhadap tarif pajak atas transaksi aset kripto, agar selaras dengan perlakuan pajak di pasar saham yang hanya dikenakan PPh Final sebesar 0,1%,” jelas Calvin.
“Hal ini sejalan dengan perkembangan aset kripto yang kini telah diakui sebagai aset keuangan digital. Kami mendukung penerapan pajak atas transaksi kripto karena dapat mendorong pertumbuhan industri serta memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian.”
** Indonesia Catat Pengguna Aplikasi Kripto Tertinggi Kedua di Dunia**
Ekosistem kripto inklusif harus terus dipelihara, termasuk dengan menghadirkan regulasi yang melibatkan para pelaku industri, masyarakat, serta pemerintah, terang Oscar.
Sebagai catatan, Indonesia menempati peringkat ke-3 dalam Global Crypto Adoption Index 2024 versi Foresight Ventures dan Primitive Ventures—sebuah indikator bahwa pasar kripto Indonesia memiliki potensi luar biasa secara global. Hal ini menjadi sinyal bahwa pasar kripto Indonesia memiliki potensi luar biasa secara global.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengungkapkan hingga Mei 2025, terdapat 1.444 aset kripto yang telah terdaftar secara resmi dan dapat diperdagangkan di Indonesia dengan catatan transaksi per April 2025 secara yoy mengalami penurunan 31,85% dibandingkan sebelumnya, Rp52,26 triliun ke Rp35,61 triliun. Namun dibandingkan posisi Maret (mtm) terjadi kenaikan transaksi sekitar Rp3,16 triliun.