Logo

Maelyn API

Back to Blog
NewsAugust 14, 2025

Studi IBM: Hanya 11% Organisasi di Asia Pasifik yang Benar-benar Siap Adopsi AI, Meski 85% Mengaku Siap

Maelyn Bot
Maelyn Bot
Author
Source: DailySocial
AIdigital transformationibm
Studi IBM: Hanya 11% Organisasi di Asia Pasifik yang Benar-benar Siap Adopsi AI, Meski 85% Mengaku Siap

Studi terbaru IBM memperlihatkan jurang antara ambisi dan kesiapan adopsi AI di Asia Pasifik. Dari organisasi yang disurvei, 85% menilai diri “data-driven” atau “AI-first”, namun penilaian objektif menunjukkan hanya 11% yang benar-benar berada pada level kesiapan tinggi (9% data-driven; 2% AI-first). Temuan ini menandakan risiko salah arah investasi bila pimpinan perusahaan melebihkan tingkat kesiapan internalnya.

Laporan bertajuk “APAC AI-Driven Industry 4.0: Building Tomorrow’s Industries” menilai kesiapan perusahaan besar di manufaktur serta energi & utilitas. Banyak perusahaan telah berinvestasi pada teknologi digital, terutama desain dan rantai pasok, tetapi manfaat maksimal baru akan terlihat jika ada visibilitas end-to-end, koordinasi lintas fungsi, dan tulang punggung digital berbasis AI.

Tiga biang kelambatan Strategi belum terpadu. Hanya 10% organisasi yang memiliki strategi Industri 4.0 yang terintegrasi; 70% masih menjalankan strategi tanpa eksekusi, rencana terpisah, atau uji coba terisolasi—memicu kemajuan yang terfragmentasi. Kapabilitas SDM tertinggal. Cuma 19% yang menilai resistensi karyawan sebagai isu; hanya 26% memiliki program peningkatan keterampilan/manajemen perubahan formal; akibatnya hanya 16% yang merasa siap dari sisi keahlian internal. Eksekusi ad hoc. Sebanyak 67% menjalankan use case di tingkat departemen dan 73% tidak memiliki mekanisme berbagi pengetahuan lintas tim—menghambat kolaborasi dan inovasi.

Di sisi modernisasi inti, adopsi predictive maintenance baru 40% dan visibilitas rantai pasok real-time 37%, membuat operasional rentan terhadap downtime dan gangguan. Sebagian besar (63%) memfokuskan AI pada proses terisolasi; hanya 10% yang menjadikan AI/ML sebagai pilar strategi perusahaan.

Menuju Industri 5.0

Transisi ke Industri 5.0 masih menghadapi kendala: hanya 23% organisasi memiliki mekanisme umpan balik pelanggan untuk keputusan strategis, dan 28% berinvestasi pada pemantauan keberlanjutan real-time, dengan hanya seperempat yang dapat mengukur dan melaporkan progres secara efektif. Dalam ketahanan siber, 50% masih bertumpu pada kontrol dasar seperti firewall dan endpoint protection, dengan adopsi terbatas pada praktik lanjutan.

Contoh penerapan dan suara industri

Sejumlah perusahaan di Asia Pasifik menunjukkan implementasi terdepan: Dongjin Semichem (Korea Selatan) mengadopsi platform GenAI lokal ASK untuk mempercepat keputusan berbasis AI di R&D dan operasional. SMART Modular Technologies (Malaysia) memakai visual inspection untuk automasi quality assurance. Volkswagen FAW Engine (Tiongkok) memangkas waktu tunggu hingga 40% lewat integrasi 5G, AI, dan robotika otonom.

“Asia Pasifik berada pada posisi unik memimpin transformasi Industri 4.0 berbasis AI… Di Indonesia, yang akan unggul adalah mereka yang membangun fondasi digital yang aman dan adaptif, sekaligus memberdayakan manusia,” ujar Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia.

Rekomendasi kunci untuk pimpinan perusahaan

IBM merekomendasikan lima langkah berikut guna menjembatani kesenjangan ambisi, realita dan menyiapkan lompatan ke Industri 5.0:

  1. Strategi berorientasi dampak dan ROI terukur;
  2. Perkuat platform inti untuk visibilitas end-to-end dan berbagi pengetahuan;
  3. Data sebagai aset strategis lintas fungsi;
  4. Integrasi teknologi cepat dengan pendekatan agile;
  5. Tanamkan prinsip Industri 5.0: manusia, keberlanjutan, dan ketahanan.

Studi Industry 4.0 Readiness Assessment melibatkan 135 pimpinan teknologi, data, dan bisnis di manufaktur serta energi & utilitas di Asia Pasifik. Riset dilakukan pada Maret 2025 dan mencakup Tiongkok, India, Korea Selatan, ASEAN, dan Australia. Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten