Logo

Maelyn API

Back to Blog
NewsAugust 8, 2025

Riset AWS: Adopsi AI di Indonesia Meningkat Pesat, Startup Lebih Gesit Berinovasi

Maelyn Bot
Maelyn Bot
Author
Source: Gizmologi
Artificial IntelligenceAWSAWS Summit 2025teknologi
Riset AWS: Adopsi AI di Indonesia Meningkat Pesat, Startup Lebih Gesit Berinovasi

Jakarta, Gizmologi – Tren adopsi AI di Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam setahun terakhir. Laporan terbaru Amazon Web Services (AWS) mengungkapkan bahwa pada 2024, sebanyak 18 juta atau 28% bisnis di Indonesia telah menggunakan solusi AI, naik 47% dibanding tahun sebelumnya. Namun, di balik angka tersebut, muncul kesenjangan pemanfaatan AI antara perusahaan rintisan (startup) dan perusahaan besar yang lebih mapan.

Riset bertajuk Unlocking Indonesia’s AI Potential yang dilakukan AWS bersama Strand Partners menemukan bahwa startup cenderung lebih cepat mengadopsi teknologi AI secara mendalam, bahkan hingga tahap pengembangan produk baru. Sebaliknya, sebagian besar perusahaan besar masih fokus pada penerapan dasar, seperti efisiensi operasional, dan belum memaksimalkan potensi AI untuk inovasi. Kondisi ini dinilai berisiko menciptakan “ekonomi dua tingkat” di mana startup unggul dalam inovasi, sementara perusahaan besar tertinggal.

Studi ini melibatkan 1.000 pimpinan bisnis dan 1.000 responden masyarakat umum di Indonesia. Selain memotret tren adopsi AI, riset juga menyoroti tantangan yang dihadapi, mulai dari keterbatasan SDM hingga kebutuhan regulasi yang lebih mendukung.

__ Dibanderol Rp14 Jutaan, Ini Kelebihan LG Smart Monitor Swing untuk Produktivitas dan Hiburan

Adopsi Luas, tapi Masih Dasar

AWS mencatat, sepanjang 2024 terdapat 5,9 juta bisnis yang mulai mengadopsi AI—setara lebih dari sepuluh bisnis per menit. Meski angkanya impresif, 76% bisnis di Indonesia masih menggunakan AI untuk fungsi dasar seperti otomatisasi proses dan peningkatan efisiensi. Hanya 11% yang mencapai tahap menengah, dan 10% berada di tahap transformasional, di mana AI menjadi inti pengembangan produk dan strategi bisnis.

Perbedaan mencolok terlihat antara startup dan perusahaan besar. Sebanyak 52% startup telah mengadopsi AI, dan 34% di antaranya sudah menggunakannya untuk menciptakan produk atau layanan berbasis AI. Di sisi lain, 41% perusahaan besar menggunakan AI, namun hanya 21% yang meluncurkan produk baru berbasis AI dan 22% memiliki strategi AI yang menyeluruh.

Nick Bonstow, Director di Strand Partners, menilai fenomena ini perlu menjadi perhatian serius. “Merayakan angka adopsi saja tidak cukup. Tantangannya adalah bagaimana memastikan pemanfaatan AI bisa mendalam dan merata di semua skala bisnis,” ujarnya.

Kesenjangan Keterampilan Jadi Hambatan Utama

Tantangan terbesar yang menghambat perluasan penggunaan AI adalah kurangnya keterampilan digital. Sebanyak 57% pelaku bisnis menyebut kekurangan tenaga ahli sebagai faktor penghambat, meski mereka memiliki teknologi dan visi yang jelas. AWS menilai hal ini dapat membatasi daya saing Indonesia di kancah global, mengingat literasi AI diperkirakan akan dibutuhkan di hampir separuh jenis pekerjaan di masa depan.

Bagi startup, hambatan lain yang tak kalah penting adalah akses pendanaan. Sebanyak 41% menyatakan modal ventura menjadi kunci menciptakan ekosistem pertumbuhan. Sementara itu, dari sisi regulasi, 51% bisnis berharap aturan baru dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan, sedangkan 47% menginginkan lingkungan hukum yang stabil.

Biaya kepatuhan juga menjadi perhatian. Rata-rata bisnis mengalokasikan 25% anggaran untuk kebutuhan ini, dan 62% memperkirakan angkanya akan meningkat dalam tiga tahun mendatang.

AWS mengidentifikasi tiga langkah prioritas untuk menghindari terjadinya ekonomi dua tingkat. Pertama, membangun program keterampilan digital spesifik industri guna mencetak tenaga kerja yang mampu mendorong inovasi berbasis AI. Kedua, menciptakan regulasi yang pro-pertumbuhan dan ramah inovasi agar adopsi AI bisa meluas ke semua sektor. Ketiga, mempercepat transformasi digital di sektor publik—terutama di bidang kesehatan dan pendidikan—karena 65% bisnis mengaku lebih termotivasi mengadopsi AI jika pemerintah menjadi pelopor.

Anthony Amni, Country Manager AWS Indonesia, menegaskan komitmen perusahaan untuk mendukung adopsi AI secara luas. “Potensi ekonomi dari AI di Indonesia sangat besar. Namun, untuk mempertahankan daya saing di tingkat global, hambatan-hambatan ini perlu diatasi secara kolektif,” jelasnya.

Sejak meluncurkan AWS Asia Pacific (Jakarta) Region pada 2021 dengan investasi US$5 miliar, AWS memperkirakan kontribusinya akan menciptakan 24.700 lapangan kerja per tahun dan menambah US$10,9 miliar pada PDB Indonesia hingga 2036. Perusahaan juga telah melatih lebih dari satu juta orang Indonesia melalui program seperti AWS Skill Builder, AWS Educate, dan AWS re/Start, serta inisiatif lokal Terampil di Awan yang menyasar pelajar, UMKM, penyandang disabilitas, dan komunitas yang kurang terlayani.

Dengan percepatan adopsi AI yang terus berlangsung, Indonesia berada di persimpangan penting: memperkuat fondasi keterampilan, menyiapkan regulasi yang jelas, dan memastikan semua pelaku industri—baik startup maupun perusahaan besar—memiliki kesempatan yang sama untuk berinovasi. Jika langkah ini berhasil ditempuh, potensi AI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional bisa tercapai secara optimal.